Minggu, 29 Januari 2012

Balada Jembatan Halte Bus Way


Suatu malam di jembatan  halte bus way 
Pembeli           : “Bang harga nya berapa?”
Pedagang        : “Lima belas ribu aja neng, mau beli yang mana?”
Pembeli           : “Hmmm, kalo sepuluh ribu boleh gak bang?”
Pedagang        : “Wah ga dapet segitu mah neng, tiga belas ribu aja deh.”
Pembeli           : “Yaudah bang aku ambil warna biru satu, ini uang nya.”
Pedagang        : “Uang nya lima belas ribu ya neng, ini kembalian nya dua ribu.”
Pembeli           : “Kembalian nya simpen aja, makasih yah bang.”
Pedagang        : =.="

Diary Hitam, part 3

Hati, perasaan....
Disini tersenyum, disatu diri ku melamun. Apa jadi nya jika hidup dengan hati yang tersayat, bagai mana jika menjalani keseharian dengan rasa bersalah. Tiada hari tampa kesakitan hati yang mendalam, terbayang akan setiap luka yang digoreskan oleh seseorang. Tiada tempat untuk berbagi, kekosongan menyelimuti kalbu, kehampaan selalu menemani, kesenyian sekali menghampiri. Didalam keramaian aku masih merasanya sunyi, sendiri menikmati kepedihan dan kesakitan.

Saat malam tiba, ku tetap terjaga dan termenung. Terbaring diatas pulau kapuk, menatap langit – langit kamar di iringi lagu semangat, lagu yang bisa menentram kan hati. Tapi apa yang ku dapat, hati semakin sakit, dada semakin sesak, tetes air mata pun hapir saja mengalir. Sungguh tak ku sangka, aku merasakan hal sekakit ini. Teringat, terbayang, terpikirkan oleh ku. selalu terpikirkan, sebuah kejadian yang membuat ku sakit seperti ini.

Ya Allah, tolong hilangkan lah rasa sakit ini. Aku tak mengerti cara menghilangkan nya, enyah lah wahai engkau rasa sakit ku ini. Aku tak tahan lagi, aku tak sanggup lagi untuk merasakan semua ini, ingin ku menangis sejadi – jadi nya, melampiaskan kepada sesuatu. Tapi aku tak bisa menangis, tak ada tempat untuk melampiaskan yang ada hanya sebuah rasa sakit yang ada di hati ku. Lama terbaring dan menatap langit, waktu terasa sangat lama. Ingin rasa cepat hari esok, melakukan hal yang bisa sedikit meredam rasa sakit ini.
Hari berganti hari, rasa sakit ini tidak kunjung pergi yang ada semakin terasa sakit. Saat sendiri, itu lah saat dimana rasa itu semakin sakit dan akan selalu sakit. Berjalan seperti nya menyenang kan, tidak salah nya aku menggerakan kaki dan menuju kesuatu tempat. Berjalan di hari yang mendung, awan kelam, udara dingin, burung berlalu lalang, dan suara bising bajaj. Sepanjang jalan ku tertunduk, tak berani menatap langit yang kelam. Langkah demi langkah ku hayati, ku nikmati, berjalan dengan pikiran hampir kosong, berjalan tanpa tujuan yang pasti. Dalam benak ku hanya satu, kapan rasa sakit ini bisa hilang.

Sekian lama berjalan, tak terasa sudah sampai di monas. Grogol, tomang, harmoni, hingga sampai di monas, rute yang kuambil untuk berjalan. Walau jauh tapi tersa dekat, kakiku pun tak tersa pegal. Dimonas aku duduk sendiri, termenung diantara pepohonan, orang – orang bergandeng dengan pasangan nya, berkumpul dengan keluarga, melihat canda tawa yang sekian lama tak kurasakan. Bahkan aku hampir lupa bagai mana rasa nya tertawa lepas, tersenyum pun aku tak sanggup. Yang kurasakan hanyalah rasa sakit, penyesalan, kosong, hampa, dan kesepian.

Terdengar sebuah lagu, lagu yang berirama santai dan menyenang kan. Tapi ku, itu adalah lagu yang mengingatkan ku dengan sebuah kejadian yang membuat ku seperti ini. Terasa air mata hampir menetes keluar, tapi entah mengapa air mata ku ini tidak kunjung menetes. Kapan aku bisa menangis sejadi – jadi nya, berteriak sekeras – keras nya.

 Hei... apa ini, lengan siapa ini? Lengan yang melingkar dileher ku, terasa hangat di pudak ku, dan terasa sesuatu yang empuk menyentuh kepalaku. Dalam hitungan detik, rasa sakit ku entah mengapa hilang seketika. Aku merasakan rasa nyaman dan hangat, siapakah wanita yang memeluk ku itu? Aku terhanyut dan terdiam dalam kehangatan yang tak pernah lagi ku rasakan, rasa yang ku rindukan selama ini akhir nya kudapat kan kembali. Saat ku memegang tangan nya dan melihat wanita yang memeluk ku, tak kusangka dia adalah.....